Bagaimana memulai belajar gitar / musik secara tepat?

Pernahkah kita menjumpai kawan yang bisa memainkan suatu instrumen musik (sebagai contoh : gitar akustik) dengan teknik yang sangat dahsyat? Lagu yang super rumit?

Tapi begitu diminta bantuan untuk mengiringi lagu sederhana di pesta ulang tahun malah tidak mampu. Mengiringi lagu kebangsaan saat upacara bendera, tidak mampu juga. Hanya bisa main musik kalau baca partitur (notasi musik) saja – tanpa partitur tidak bisa main musik apapun.

Atau sebaliknya, ada kawan yang bermain musik dengan mengandalkan kepekaan telinga dan ‘feel’ yang kuat sekali. Sekali mendengar lagu, ia akan langsung mampu mainkan chord dan iringannya.

Tetapi tekniknya terlihat buruk sekali, ia terlihat ‘struggle’ ketika harus menggapai posisi chord atau melody yang sulit. Kualitas tone petikannya pun kurang baik, suara terdengar cempreng, tipis, dan ‘kasar’. Lagu yang dimainkan pun cenderung begitu-begitu saja, kurang atraktif, dan terlalu sederhana.

2 contoh diatas adalah kasus yang sangat umum ditemukan, terutama di usia sekolah dimana para anak-anak / remaja mulai menekuni instrumen musik favorit mereka masing-masing. Penyebab utamanya tentu adalah metode pengajaran yang kurang tepat ketika mereka les / kursus musik.

Di Indonesia, kursus musik pada umumnya dikelompokan menjadi 2 bagian : bagian klasik dan bagian bebas.

Mari kita bahas satu per satu.

  1. Pada bagian klasik, siswa akan belajar mengikuti buku pedoman yang sudah disediakan, setiap kurikulum memiliki buku pedoman masing-masing. Fokus utamanya adalah pembentukan teknik yang sangat kuat dan membaca notasi musik, sebagai persiapan untuk memainkan repertoire musik klasik yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Setiap pertemuan kursus 90% akan diisi dengan main lagu klasik dan berbagai etude (bentuk latihan untuk mempertajam teknik), plus berpatokan pada partitur atau buku pelajaran. Hasilnya, siswa biasanya akan memiliki dasar teknik yang sangat baik, plus mampu bersaing di berbagai kompetisi musik.

Pertanyaannya, apakah minat dan tujuan setiap siswa selalu sama? Bukankah ada yang kursus untuk sekedar hobby, atau mencari kegiatan yang positif? Ada juga yang kursus musik adalah untuk sekedar enjoy dan lifestyle. Atau sering sekali ada yang kursus untuk pelayanan main gitar di gereja / tempat ibadah. Apakah tepat memaksa mereka semua untuk masuk kedalam metode klasik yang sangat kaku?

Kalaupun dipaksakan, hasilnya akan seperti apa? Akankan para siswa tersebut menikmati proses bermain musik? Atau malah bikin trauma?

Pertanyaan yang lebih penting, apakah main musik itu hanya sebatas baca partitur saja? Bukankah dalam keseharian kita akan menjumpai berbagai situasi dalam bermusik? Contoh : ketika kita mau main suatu lagu yang belum ada partiturnya, apakah harus tunggu sampai ada partiturnya? Mampukan kita mengolah dan membuat arransemen lagu tersebut dengan hanya mengandalkan ‘feel’ dan kekuatan telinga?

Atau pertanyaan yang lebih mendalam lagi. Apakah musik klasik yang super sulit itu sudah sesuai dengan tuntutan jaman? Misalnya, bagaimana kalau kita diminta tampil pada acara perpisahan / acara ulang tahun / acara di tempat ibadah dsb dsb? Apakah koleksi lagu klasik yang mampu kita mainkan akan cocok untuk ditampilkan? Apakah pendengar akan mampu mengerti dan menikmati musik yang kita mainkan? Atau malah bikin pendengar menjadi sakit kepala karena terlalu rumit?

Secara jangka panjang, mampukah musik klasik yang super rumit tersebut menghadirkan kebahagiaan bagi orang yang mendengar dan (yang terpenting) untuk kita sendiri yang memainkannya? Atau malah memberi beban latihan berlebih ketika kita mulai memasuki dunia karir dan pekerjaan yang menyita waktu?

Dalam banyak sekali kasus, banyak sekolah musik yang telah kehilangan esensi dalam bermain musik dimana seharusnya musik mampu memberi kebahagiaan untuk si pemain dan pendengar.

  1. Pada bagian bebas, terjadi kondisi sebaliknya. Kebanyakan siswa akan diajarkan untuk lebih mengandalkan telinga dalam mengolah musiknya, terkadang melalui video di youtube dsb. Siswa (terutama yang berbakat) biasanya akan memiliki ‘feel’ yang kuat, ia akan mampu memainkan versi sederhana dari lagu apapun dalam waktu singkat. Pada sistem ini, siswa bebas memilih materi pelajarannya, terkadang bahkan kursus tanpa buku panduan, belajar secara sporadis dan tidak terarah. Sekedar happy / enjoy tanpa ada panduan atau target yang ingin dicapai (contoh : tidak ada sertifikasi grade, konser, dan sejenisnya).

Pada 90% kasus yang saya temukan ketika mengajar ratusan siswa selama lebih dari 17 tahun, banyak sekali siswa yang memiliki kelemahan teknikal yang mendasar. Posisi bermain yang salah, teknik dan pola latihan yang salah, sehingga membuat siswa frustrasi karena tidak mempu memainkan lagu-lagu yang lebih sulit dan menarik. Pelajaran pun terkesan tidak ada kemajuan.

Pada bidang spesialisasi saya (gitar akustik / klasik senar nylon) kasus yang paling sering terjadi adalah tone production yang buruk. Suara petikan terdengar pecah, kasar, tajam, dan tipis (terkadang hal ini diperburuk lagi dengan penggunaan gitar yang memang berkualitas dibawah standard). Hal ini disebabkan minimnya perhatian pada teknik bermain tangan kanan dan bentuk kuku yang tidak tepat.

Tentu saja percuma main lagu secanggih apapun kalau suara petikannya buruk (ibarat mendengar seorang penyanyi yang suaranya tidak enak didengar, sehebat apapun lagunya tetap saja terdengar buruk).

Lalu bagaimana cara terbaik ketika seseorang ingin mulai belajar gitar / musik? Metode manakah yang harus dipilih ketika seseorang mulai belajar gitar?

Tentu saja kata kuncinya adalah belajar dengan metode yang balance / seimbang. Ibarat sebuah makanan, apakah makanan yang enak adalah yang paling pedas? Tentu bukan. Makanan yang paling enak adalah makanan yang memiliki keseimbangan rasa yang sempurna.

Begitu pula halnya dengan musik, metode pelajaran yang terbaik adalah metode yang memiliki keseimbangan di semua aspek. Metode ini akan menghasilkan siswa yang memiliki fleksibilitas sangat tinggi dalam bermusik. Ia akan mampu bermain dan beradaptasi di situasi apapun (konser solo, grup, mengiringi nyanyian / solois instrumen lain, bahkan untuk pelayanan gereja / tempat ibadah lainnya yang membutuhkan musik).

Setiap metode baik klasik maupun bebas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Di Ivan Guitar Studio saya merancang sistem hybrid yang menggabungkan kelebihan kedua metode tersebut. Pelajaran yang kami berikan mencakup latihan teknik, pengetahuan teori musik, dan membaca partitur. Plus diperkaya dengan pengetahuan chord, hearing (mampu mengolah musik hanya dengan mendengar), dan latihan komposisi / memodifikasi / bahkan membuat arransemen musik sendiri.

Kami memastikan setiap siswa berkembang sesuai jenis musik favoritnya, sekaligus memberikan pengalaman yang membahagiakan dalam bermusik.

Categories

Leave a Reply